Assalamuāalaikum dan Kembali ke Dunia Blogging
Setelah dua bulan vakum dari dunia blogging karena persiapan studi ke Belanda, akhirnya saya kembali menulis! Rasanya seperti melepas rindu yang sudah menumpuk. Pengalaman studi di Belanda benar-benar menjadi babak baru yang penuh tantangan sekaligus pelajaran berharga. Awalnya saya bertekad untuk tetap menulis selama berada di sana, tapi kenyataannya, kesibukan di Amsterdam benar-benar menyita waktu dan tenaga. Alhamdulillah, meskipun tiga minggu terasa begitu padat dan melelahkan, semuanya berjalan cepat. Mungkin karena saya mulai bisa beradaptasi, walau tetap mengalami culture shock.
Studi di Koninklijk Instituut voor de Tropen (KIT), Amsterdam
Tentang KIT
Selama di Belanda, saya mengikuti program short course bertema Sexual and Reproductive Health Rights (SRHR): Policy, Governance, and Financing di sebuah institusi pendidikan ternama bernama Koninklijk Instituut voor de Tropen (KIT) atau Royal Tropical Institute.
KIT memang tidak masuk dalam daftar 50 universitas top dunia, tapi memiliki reputasi tinggi di bidang sistem dan pengembangan kesehatan. KIT juga menjadi mitra strategis WHO dan memiliki berbagai program riset dan pelatihan di bidang kesehatan, termasuk HIV/AIDS dan sumber daya manusia di bidang kesehatan.
Metode Pembelajaran di KIT
Yang saya suka dari KIT adalah pendekatan belajarnya yang inovatif dan interaktif:
-
Perkuliahan tatap muka
-
Group quiz
-
Debat
-
Tutorial
-
Role playing
-
Journal club
Tugas akhir kami adalah membuat policy brief seputar isu SRHR. Selain menyusun brief, kami juga saling memberikan feedback untuk menyempurnakan tulisan masing-masing. Sebuah proses belajar yang menyenangkan dan menantang.
Perubahan Program Studi
Awalnya saya mendaftar untuk program Sexual and Reproductive Health Rights: Organising Effective Response, namun program tersebut dibatalkan tiga bulan sebelum keberangkatan. Setelah berdiskusi dengan pihak universitas dan sponsor beasiswa Stuned, akhirnya saya mengambil program lain di waktu yang sama. Meski topik kebijakan kesehatan bukan minat utama saya, saya tetap antusias karena ada mata kuliah tentang analisis kebijakan dan penulisan policy brief yang relevan dengan pekerjaan saya sebagai peneliti.
Tantangan dan Adaptasi Selama Tinggal di Belanda
Kendala Bahasa dan Budaya
Meski hanya tinggal sebentar, saya tetap harus beradaptasi:
-
Bahasa Belanda yang terbatas
-
Kesulitan memahami label makanan
-
Salah beli produk karena salah tafsir (misalnya beli hati ayam karena dikira sosis ayam š )
-
Kasir non-cash yang membuat saya gagal bayar
-
Tukang daging halal asal Turki yang tidak bisa bahasa Inggris
Namun, semua pengalaman itu justru menjadi cerita seru dan pelajaran berharga.
Kehidupan Muslim dan Makanan Halal
Sebagai Muslim, saya harus menyesuaikan waktu shalat dan mencari makanan halal. Untungnya, di Amsterdam banyak toko dan restoran halal, meski tetap harus selektif dan teliti membaca label.
Produk Gluten-Free yang Mudah Ditemukan
Hal membahagiakan lainnya: saya bisa menemukan banyak produk bebas gluten dengan mudah! Roti, tepung, biskuit, hingga stroopwafels gluten-free tersedia di toko maupun pasar. Harga produknya juga jauh lebih terjangkau dibandingkan di Indonesia.
Menjelajahi Kota dan Kehidupan di Belanda
Wisata dan Kota-Kota yang Dikunjungi
Meski tidak sempat ke Keukenhof karena musim tulip sudah lewat, saya masih sempat berkunjung ke beberapa kota:
-
Haarlem: Kota klasik yang tenang
-
Volendam: Kota nelayan yang ramai
-
Zaandam & Zaanse Schans: Desa kincir angin dan tempat produksi coklat
-
Marken & Broek in Waterland: Desa kecil nan asri
Semua kota ini bisa diakses menggunakan bus atau kereta antar kota dalam waktu kurang dari 1,5 jam dari Amsterdam.
Menikmati Kota Amsterdam
Amsterdam punya segalanya:
-
Lebih dari 90 museum (Van Gogh, Anne Frank House, Rijksmuseum, dll.)
-
Kanal sepanjang 100 km: Dijuluki āVenice of the Northā
-
Open market: Seperti pasar kaget yang menjual sayuran, pakaian, kebutuhan rumah tangga, hingga suvenir khas Belanda
Bangunan dan Suasana Kota
-
Rumah-rumah khas Amsterdam berdiri di sepanjang kanal
-
Terdapat rumah terapung (houseboat)
-
Kota tertata rapi dan estetik, cocok untuk berjalan kaki atau bersepeda
Belanda di Hati dan Ajak Kuliah ke Sana!
Dari pengalaman studi di Belanda ini, saya menyadari betapa besar pengaruh kolonial Belanda terhadap budaya Indonesia, dan sebaliknya. Banyak makanan khas Indonesia yang tidak hanya digemari, tetapi bahkan dianggap sebagai hidangan mewah di sana karena harganya yang cukup tinggi. Hubungan historis yang panjang antara kedua negara ini tampaknya meninggalkan jejak yang kuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Tak heran jika banyak warga Indonesia yang akhirnya memilih menetap dan membangun kehidupan di Belanda.
Baca Juga: Qadarullah dan Ketika Kejutan Itu Datang Tiba-tiba
Jadi, apakah kamu juga tertarik kuliah di Belanda?
Ayo, manfaatkan peluang beasiswa seperti Stuned untuk mewujudkan mimpi kuliah di negeri kincir angin.
Semoga cerita saya ini bisa menginspirasi. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!