Assalamu’alaikum.
Teman-teman masih ingat nggak pengalaman saya waktu mendapat kesempatan mengikuti summer course di Belanda yang pernah saya tulis di sini? Saat itu mungkin bisa dibilang saya beruntung ya karena tiba-tiba jalan saya dipermudah untuk bisa mendaftar kursus yang dibiayai oleh Nuffic Neso, padahal kalau diingat lagi deadline-nya tinggal sehari. Tapi itulah ajaibnya bentuk sebuah hidayah – kita nggak pernah tahu bagaimana Allah kasih kita jalan menuju sesuatu yang kita harapkan.
Qadarullah wa ma sya’a fa’ala, Allah telah menakdirkan segala sesuatu, dan Dia berbuat menurut apa yang Dia kehendaki.
Nah, kebetulan beberapa waktu lalu pas lagi suntuk, saya coba baca lagi buku Agar Doa Dikabulkan Allah yang ditulis oleh Bapak Manshur Abdul Hakim. Dalam buku itu, ada satu kisah tentang seorang tabi’in Muhammad bin al-Munkadir yang senantiasa dikabulkan doanya oleh Allah. Jadi kisahnya, pas Muhammad bin al-Munkadir berjihad ke medan perang bersama pasukannya, beberapa orang pasukannya ingin sekali makan keju dan roti. Akhirnya mereka pun berdoa dan meminta agar diberikan dua makanan tersebut. Qadarullah, di perjalanan tiba-tiba mereka menemukan bungkusan berisi keju dan sebuah bejana berisi madu.
Berdoโalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu – (QS. Al-Mu’min (40): 60)
Dari kisah itu saya jadi bisa memetik pesan bahwa di saat kita sudah pasrah lalu berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah sambil merendahkan diri dan menunjukkan rasa butuh kita seraya memuji dan mengakui keagungan-Nya, maka Allah pun akan mengabulkan doa tersebut. Indah bukan?
Nah, setelah baca itu, saya jadi teringat kejutan yang baru-baru ini Allah kasih ke saya. Masya Allah, rasanya campur aduk deh kalau diingat lagi – ya senang, terharu, sedih.. wah rasanya gado-gado. Singkat cerita, bulan Agustus 2020 lalu alhamdulillah saya, satu orang peneliti senior dan dua orang teman peneliti junior seperti saya berhasil menerbitkan artikel di jurnal ilmiah internasional bernama Midwifery. Jurnal ini termasuk jurnal bereputasi tinggi. Maklum saja karena penerbitnya adalah Elsevier, salah satu pemain lama dan terbesar di dunia scientific journal. Artikel kami sendiri berjudul “Women’s decision-making autonomy in the household and the use of maternal health services: An Indonesian case study”. Oh ya, buat teman-teman yang lagi bikin skripsi, tesis atau disertasi mengenai gender dan kesehatan ibu bisa sitasi artikel kami ya *pesan sponsor
Saat diskusi bersama pakar adalah saat-saat yang mendebarkan karena bisa jadi bongkar pasang
Tiada minggu tanpa diskusi ditemani secangkir kopi, yang ternyata nggak mempan hilangkan kantuk ibu Ika ๐
Butuh dua tahun buat menyusun artikel ini hingga akhirnya published. Capek? Pastinya. Artikel ini pun sudah beberapa kali ‘bongkar pasang’, mulai dari merubah metode, teknik analisis hingga berulang kali merubah topik dan judul. Belum lagi segudang drama di balik layar – mulai dari adu argumen sampai tangis bombai pun sempat tumpah ruah saat menyelesaikan artikel ini. Tapi saya anggap itulah proses menyatukan beberapa ‘kepala’ ke dalam satu tulisan, karena menyatukan berbagai ide ternyata tidaklah semudah itu Fergusso ๐
Nah, kira-kira ada yang bisa tebak nggak berapa biaya penerbitannya? $3200! Kalau dikurskan mungkin sekitar 45 juta Rupiah ya. Wow banget ‘kan? He he he. Ya begitulah dunia keilmuan dan penelitian saat ini teman-teman. Kebayang ‘kan beratnya seorang peneliti untuk bisa mempublikasi hasil karyanya? Mungkin harus jual tiga sepeda motor dulu baru bisa menerbitkan artikelnya di jurnal bereputasi seperti itu. Tapi saya sangat bersyukur bahwa pada akhirnya saya dan anggota penulis saya tidak mengeluarkan uang sepeser pun untuk biaya penerbitan artikel ini karena kebetulan artikel kami dibiayai dari salah satu proyek USAID. Alhamdulillah.
Diskusi tim di saat pandemi, momen krusial saat menyelesaikan revisi berkali-kali
Sampai di sini mungkin saya sudah agak lega karena bisa sedikit demi sedikit mencicil poin atau angka kredit buat naik pangkat dua tahun ke depan, tapi qadarullah, ternyata ada kejutan lain datang. Malam minggu lalu saya tiba-tiba dikabari oleh salah satu staf kepegawaian kalau artikel saya ini memenangkan Penghargaan Artikel Ilmiah Berkualitas Tinggi Bidang Kesehatan dan Obat dari Kemenristek/BRIN. Pas dapat pesan Whatsapp tentang kabar itu saya mendadak speechless, nggak tahu mau balas apa – cuma bisa kasih emoticon nangis ๐ญ Terharu banget rasanya. Nggak tahu saya habis mimpi apa malam sebelumnya karena saya nggak menyangka sama sekali kalau artikel yang baru publish Agustus kemarin terpilih untuk dapat penghargaan. Belum lagi hadiah insentifnya yang ternyata cukup besar dan bikin saya makin speechless. Alhamdulillah, saya langsung mengabari semua tim penulis saya malam itu juga dan memberi tahu soal dana insentif itu kepada mereka.
Jujur, sejak awal saya komitmen untuk menyelesaikan artikel ini, saya nggak pernah kepikiran buat dapat sesuatu, apapun itu bentuknya. Dorongan semangat saya karena saya berharap artikel ini bisa saya cicil untuk syarat naik pangkat karena saya tahu sulitnya menerbitkan artikel internasional yang bisa bertahun-tahun lamanya, he he he.
Jadi kembali ke konsep Qadarullah tadi, saya jadi diingatkan akan satu hal, kalau Allah sudah ridho terhadap doa atau keinginan kita, mungkin saja akan Allah mengabulkannya saat itu juga. Sekarang tergantung tugas kita untuk ikhtiar, berdoa dan tawakal, sisanya kita serahkan semua hasilnya sama Allah. Karena Allah yang tahu mana yang terbaik untuk kita.
Oh ya, ngomong-ngomong, apa harapan terbesar kalian saat ini? Semoga pengalaman saya ini bisa memberikan semangat buat teman-teman ya ๐ Aamiin.
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan menunjukkan kepadanya jalan keluar dari kesusahan dan diberikan-Nya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. – (QS. At-Talaq (65): 2-3)